PENDAHULUAN
Jinayah adalah adalah suatu tindakan yang dilarang oleh syara` karena
dapat menimbulkan bahaya bagi agama, jiwa, harta, keturunan, dan akal. Sebagian
fuqaha menggunakan kata jinayah untuk perbuatan yang berkaitan dengan jiwa atau
anggota badan, seperti membunuh, melukai dan sebagainya. Dengan demikian
istilah fiqh jinayah sama dengan hukum pidana.
Untuk mempersempit pembahasan maka disisni pemakalah hanya akan membahas
masalah yang berkenan dengan hudud dan ta’zir saja.
Jarimah hudud adalah tindak pidana yang diancam hukuman had, yakni hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlah (berat-ringan) sanksinya yang menjadi hak Allah SWT, dan tidak dapat diganti dengan macam hukuman lain atau dibatalkan sama sekali oleh manusia. Ada tujuh macam perbuatan jarimah hudud yaitu, zina, menuduh orang lain berbuat zina (qazaf), meminum minuman keras, mencuri, menggangu keamanan (hirabah), murtad, dan pemberontakan (al-bagyu). Adapun jarimah ta’zir Secara bahasa ta’zir merupakan mashdar (kata dasar) dari ‘azzaro yang berarti menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan, membantu. Sedangkan menurut istilah ialah tindak pidana yang diancam dengan satu atau beberapa macam hukuman dan sanksinya tidak ditentukan dalam Al-Qur’an melainkan dari hasil ijtihad para ulil amri. Misalnya, tidak melaksanakan amanah,ghasab,menghina atau mencela orang, menjadi saksi palsu dan suap.
Jarimah hudud adalah tindak pidana yang diancam hukuman had, yakni hukuman yang telah ditentukan macam dan jumlah (berat-ringan) sanksinya yang menjadi hak Allah SWT, dan tidak dapat diganti dengan macam hukuman lain atau dibatalkan sama sekali oleh manusia. Ada tujuh macam perbuatan jarimah hudud yaitu, zina, menuduh orang lain berbuat zina (qazaf), meminum minuman keras, mencuri, menggangu keamanan (hirabah), murtad, dan pemberontakan (al-bagyu). Adapun jarimah ta’zir Secara bahasa ta’zir merupakan mashdar (kata dasar) dari ‘azzaro yang berarti menolak dan mencegah kejahatan, juga berarti menguatkan, memuliakan, membantu. Sedangkan menurut istilah ialah tindak pidana yang diancam dengan satu atau beberapa macam hukuman dan sanksinya tidak ditentukan dalam Al-Qur’an melainkan dari hasil ijtihad para ulil amri. Misalnya, tidak melaksanakan amanah,ghasab,menghina atau mencela orang, menjadi saksi palsu dan suap.
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PIDANA
Secara kebiasaan kata – kata “pidana” , “uqubad”, atau
“jarimah” sebagai yang lazim digunakan di kalangan fuqohah hampir
tergambar tersurat dalam al – qur’an, akan tetapi pemahaman tentang
pidana akan dapat dipahami secara tersirat dari banyak ayat – ayat yang
membicarakan tentang ‘uqubad, jinayat atau jarimah ini. Istilah yang
paling dikenal untuk penertian pidana ini di kalangan ulamah salaf adalah ‘’al
– jinayat”. Sedangkan di kalangan ulama’ kalaf, mereka menamakan
kitab sebagai pidana dengan kitab “al – uqubat”[1].
Pidana adalah segala bentuk perbuatan yang dilakukan oleh seorang mukallaf,
yang melanggar, perintah atau larangan Allah yang dikitbatkan kepada orang
mukallaf, yang dikarenakan ancaman hukuman, baik sanksi itu harus dilaksanakan
sendiri, dilaksanakan penguasa, baik tempat pelaksanaan hukuman itu di dunia
maupun akhirat.
Menurut hukum pidana umum, yang dimaksud dengan “tindakan pidana”
adalah suatu tindakan (berbuat atau tidak berbuat) yang bertentangan dengan
hukum nasional , jadi yang bersifat tanpa hak yang menimbulkan akibat yang oleh
hukum dilarang dengan ancaman hukuman. Jadi unsur yang penting sekali untuk
peristiwa pidana (dilihat dari sudut objektif) adalah sifat tanpa hak yakni
sifat melanggar hukum. Di tempat mana tidak terdapat unsur tanpa hak,
maka tidak ada peristiwa pidana.
B. JARIMAH HUDUD
Jarimah Hudud sering di artikan sebagai tindak pidana yang macam dan
sanksinya di tetapkan secara mutlak Oleh Allah[2].Sehingga
manusia tidak berhak untuk menetapkan hukuman lain selain hukum yang di
tetapkan berdasarkan kitab allah. Kejahatan hudud adalah kejahatan yang paling
serius dan berat dalam hukum pidana islam.ia adalah kejahatan terhadap
kepentingan publik. Jumhur ulama’ merumuskan jarimah hudud ada tujuh yaitu :
zina, Qadzaf(Tuduhan palsu zina), sariqah(Pencurian), hirabah(Perampokan),
Riddah (murtad), al-baghy(Penberontakan) dan syurb al-khamr(Meminum
khamr).sementara madzab malikiyah hanya memasukan jarimah hudud dalam lima
kategori yaitu: zina, qadzaf, sariqah, hirabah dan baghy.
1. Jarimah Zina
Zina adalah hubungan kelamin antara lki-laki dan perempuan tanpa adanya
ikatan perkawinan yang sah dan di lakukan dengan sadar serta tanpa adanya unsur
subhat.Deik perzinaan di tegaskan dalam al-Qur’an dan sunah. Hukuman bagi
pelaku zina yang belum menikah ( ghairu mukhsan) di dasarkan pada ayat
Al-Qur’an yakni di dera 100 kali,Sedangkan bagi pezina muhsan dikenai hukuman
rajam.Rajam dari segi bahasa adalah melempari batu,sedangkan menurut istilah
adalah melempari pezina muhsan sampai menemui ajalnya[3].
Adapun hukum dasar dera atau cambuk 100 kali adalah firman Allah dalam surat
an-Nur ayat 2
الزَّانِيَةُ
وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا مِائَةَ جَلْدَةٍ وَلا
تَأْخُذْكُمْ بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِنَ
الْمُؤْمِنِينَ
“Perempuan
yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah,
dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan orang-orang yang beriman”.
Sedangkan penetapan hukum rajam adalah berdasarkan hadis nabi:
خذوا عني
خذوا عني قد جعل الله لهنّ سبيلاً البكر بالبكر جلد مِائة ونفي سنة والثيّب
بالثيّب جلد مِائة والرجم
“Terimalah dariku! Terimalah dariku! Sungguh allah telah memberi jalan
kepada mereka.bujangan yang berzina dengan gadis di jilid seratus kali dan di
asingkan selama satu tahum.dan orang yang telah kawin dan berzina did era seratus
kali dan di rajam”.
Zina adalah perbuatan yang sangat tercela dan pelakunya di kenakan
sangsi yang amat berat, baik itu hukum dera maupun rajam,karena alasanyang
dapat di pertanggung jawabkan secaramoral adan akal.kenapa zina di ancam dengan
hukuman berat hal ini di sebabkan karena perbuatan zina sangat tercela oleh
islam dan pelakunya di hukum hukuman rajam(di lempari batu hingga meninggal
dengan di saksikan banyak orang).jika ia muhsan.jika ghoiru muihsan,maka di
hukum cambuk 100 kali.
2. Jarimah qazf
Qazf
dari segi bahasa berarti ar-rumyu(melempar).menurut istilah qazf adalah menuduh
wanita baik baik berbuat zina tanpa adanya alasan yang meyakinkan. Dalam hukum
islam,perbuatan seperti ini masuk kategori tindak pidana hududyang di ancam dengan
hukuman yang berat yaitu 80 kali.hukuman bagi orang yang menuduh zina tapi
tidak terbukti(qazf) di dasarkan pada firman Allah surat an nur ayat 4:
وَالَّذِينَ
يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ
فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا
وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik[1029] (berbuat
zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka
(yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian
mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik”.
Unsur dalam tindak pidana
dalam jarimah qadzaf ini ada tiga, yaitu :
a. Menuduh zina atau mengingkari
nasab.
b. Orang yang di tuduh itu muhsan, dan
bukan pezina.
c. Ada itikad jahat. Orang yang
menuduh zina harus membuktikan kebenarannya.[4]
3. Jarimah sariqah.
Sariqah(pencurian)di definisikan sebagai perbuatan mengambil harta orang
lain secara diam-diam dengan maksud untuk memilikin serta tidak ada paksaan.
Menurut syarbini al khatib yang di sebut pencurian adalah mengambil
barang secara sembunyi sembunyi di tempat penyimpanan dengan maksut untuk
memiliki yang di lakukan dengan sadar atau adanya pilihan serta memenuhi
syarat-syarat tertentu.[5] Al-Qur’an menyatakan orang
yang mencuri di kenakan hukum potong tangan.Hukum potong tangan sebagai sangsi
bagi jarimah sariqah di dasarkan pada firman Allah surat Al-maidah ayat 38:
وَالسَّارِقُ
وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالا مِنَ
اللَّهِ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan
dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Hukum potong tangaan di berlakukan dalam islam dengan mempertimbangkan dengan
syarat dan rukun yang sangat ketat.
a. syarat yang berkaitan dengan
subyek yaitu pelakunya dewasa ,tidak terpaksa dan tahu bahwa perbuatan itu di
larang.
b. Syarat yang berkaitan dengan materi
curian yaitu mengambil harta secara diam-diam ,mengambil barang tanpa sepengetahuan
pemiliknya dan tanpa kerelaan.
c. Syarat berkaitan dengan obyek
yaitu barang yang di curi berupa hartabenda dan bergerak,serta mencapai satu
nilai minimal tertentu.Imam malik mengukur nisab sebesar ¼ dinar atau lebih
sedangkan imam abu Hanifah menyatakan bahwa nisab pencurian itu senilai 10
dirham/ 1 dinar.[6]
4. Jarimah hirabah.
Hirabah sama dengan qat’u tariq yaitu sekelompok orang yang membuat
keonaran,pertumpahan darah,merampas harta,kehormatan, tatanan serta membuat
kekacauan di muka bumi.[7] Dasar hukum jarimah hirabah
adalah firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 33 sebagai berikut :
إِنَّمَا
جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الأرْضِ
فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ
وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الأرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي
الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya
pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya dan membuat
kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong
tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik[414], atau dibuang dari negeri
(tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka
didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.
Jarimah hirabah dapat terjadi dalam berbagai kasus, Antara lain yaitu :
a. Seseorang pergi dengan niat untuk mengambil harta
secara terang-terangan dan mengadakan intimidasi,namun ia tidak jadi mengambil
harta dan tidak membunuh.
b. Seseorang berangkat dengan niat untuk mengambil
harta dengan terang-terangan dan kemudian mengambil dengan harta yang di maksut
tetapi tidak membunuh.
c. Seseorang berangkat dengan niat merampok ,kemudian
membunuh tetapi tidak mengmbil harta korban,.dan
d. Seseorang berangkat untuk merampok kemudian ia mengambil
harta dan membunuh pemiliknya.[8]
Sanksi bagi perampok menurut Imam abu hanifah ,Imam syafi’i dan Imam ahmad
berbeda beda sesuai dengan perbuatannya. Bila hanya mengambil harta dan
membunuh ia di hukum salib ,jika ia tidak mengambil harta tetapi membunuh ia di
hukum bunuh. Jika hanya mengambilharta dengan paksa dan tidak membunuh,maka
sangsinya adalah potong tangan dan kaki secara bersilang,bila hanya menakut
nakuti hanya hukum penjara.Menurut imam malik , sangsi hirabah ini di
serahkan kepada imam untuk memilih salah satu hukuman yang tercantum dalam ayat
di atas yang sesuai dengan kemaslahatan.Bagi pelaku yang mengambil harta dan
membunuh maka hukumannya menurut pendapat imam syafi’i ,ahmad dan Zadiyah
adalah di hukum mati lalu di salib.Sedangksn menurut imam abu hanifah ,ulil
amri dapat memilih apakh di potong tangan dan kakinya dulu,baru di hukum mati
dan di salib,ataukah di hukum mati saja tanpa tdi potong tangan dan kakinya dulu,ataukah
di salib saja. Sedangkan menurut imam malik bahwa aw dalam ayat di atas
berfungsi sebagai takyir.maka imam dapat memilih alternatif di antara 4 hukuman
yang di tentukan dalam Al-qur’an yaitu hukuman mati,salib,potong tangan dan
kaki secara bersilang atau hukuman pengasingan.Namun tidak boleh menggabungkan
sangsi-sangsi yang di tentukan dalam ayat di atas.[9]
5. Jarimah al-baghy (penberontakan).
Al-baghyu(pemberontakan) sering di artikan sebagai keluarnya seseorang
dari ketaatan kepada imam yang sah tanpa alasan.Ulama’ syafi’iyah berpendapat
bahwa yang di maksut al-bagyu adalah orang-orang muslim yang menyalahi imam
dengan cara tidak menaatinya dan melepaskan diri darinya atau menolak kewajiban
dengan kekuatan,argumentasi dan memiliki pemimpin.sedangkan menurut madzab
malik al-baghyu di artikan sebagai penolakan untuk menaati imam yang sah dengan
jalan kekuatan.Penolakan untuk taat ini mungkin di dasarkan pada penafsiran
tertentu.mereka mendefinisikan bughat sebagai satu kelompok orang-orang islam
yang menentang imam dan wakil-wakilnya.[10]
Hukum bunuh bagi pemberontak di pahami oleh sebagian ulama’ sebagai
serangan balik dan hanya di tujukan untuk mematahkan pemberontak guna
mengembalikan ketaatannya kepada penguasa yang sah.Memerangi pemberontak
hukumnya adalah wajib,karena menegakkan hukum Allah, sebagaimana di jelaskan
dalam Al-Qur’an dalam surat al-hujarat ayat 9:
وَإِنْ
طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ
بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الأخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ
إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ
وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Jika salah satu dari kedua golongan berbuat aniaya terhadap golongan
yang lain,maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan
itu kembali (kepada perintah Allah)”.
6.
Jarimah syurb al-Khamr
Larangan meminum minuman memabukan di dasarkan pada ayat al-Qur’an surat
al-Maidah ayat 90 :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأنْصَابُ
وَالأزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan.
Al-Qur’an tidak menegaskan hukuman apa bagi peminum khamr.Sangsi terhadap delik
ini di sandarkan pada hadits melalui sunah fi’liyahnya,bahwa hukuman terhadap
jarimah ini adalah 40 kali dera.Abu bakar mengikuti jejak ini tetapi umar bin
khatab menjatuhkan 80 kali dera.[11]Menurut imam Abu
hanifah dan imam malik,sanksi meminum khamr adalah 80 kali dera,sedangkan
menurut Imam Syafi’i adalah 40 kali dera,Tetapi imam boleh menambah menjadi 80
kali dera.Jadi yang 40 kali adalah hukuman had,sedangkan sisanya adalah hukuman
ta’zir.[12] Pelarangan jarimah syurb al-khamr ,juga hal
hal yang mempunyai illat hukum yang sama, di haramkan karena memabukan,maka
setiap yang memabukan adalah haram.termasuk jenis khamr adalah
narkotika,heroin,sabu-sabu dan lain sebagainya.
7. Jarimah Riddah.
Riddah dari segi bahasa berarti rujuk (kembali).menurut istilah riddah
adalah orang yang kembali dari agama islam,pelakunya di sebut murtad.yakni ia
secara berani menyatakan kafir setelah beriman.[13]
Nash yang berkaitan dengan murtad di jelaskan dalam al-Qur’an surat Al-baqoroh
ayat 217 :
يَسْأَلُونَكَ
عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ وَصَدٌّ عَنْ
سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ
مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ وَلا
يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ
اسْتَطَاعُوا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ
فَأُولَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَأُولَئِكَ
أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“barangsiapa
yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, Maka
mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”.
Dalam hadis di riwayatkan bahwa rasulullah bersabda :
“Artinya :Barang siapa mengganti agamanya,maka bunuhlah dia”.
Para
ulama’beragam dalam membuat batasan tentang perbuatan riddah.Riddah dapat di
lakukan dengan perbuatan(atau meninggalkan perbuatan),dengan ucapan, dengan
I’tikad. Yang di maksut dengan riddah dengan perbuatan adalah melakukan
perbuatan yang haram dengan menganggapnya tidak haram atau meninggalkan
perbuatan wajib dengan menganggapnya perbuatan tidak wajib,misalnya sujud
kepada matahari atau bulan, atau melakukan zina dengan menganggap zina itu
bukan suatu perbuatan maksiat.
Adapun ketentuan di antara para ahli hukum islam bahwa tindak pidana ini
di ancam dengan hukuman mati perlu di kaji ulang.karena pernyataan nabi ketika
orang yang mengganti agama harus di hukum mati,hal itu terjadi pada musim
perang,yakni ada sebagian tentara islam yang berjiwa munafik melakukan tindakan
desersi (penghianatan Negara),maka orang yang melakukan desersi di perintahkan
untuk di bunuh.[15]
C. JARIMAH TA’ZIR
Menurut bahasa, lafad ta’zir berasal dari kata : azzara yang berarti
man’u wa radda (mencegah atau menolak). Ta’zir dapat berarti addaba (mendidik)
atau azahamu wa waqara yang artinya mengagungkan dan menghormati. Dari berbagai
pengertian, makna ta’zir yang paling relevan adalah al – man’u wa
arraddu (mencegah atau menolak). Pengertian ini sesuai dengan apa yang
dikemukakan oleh Abdul Qodir Audah dan wahbah zuhaili. Ta’zir diartikan
mencegah dan menolak, karena ia dapat mencegah pelaku agar tidak mengulangi
perbuatannya. Ta’zir diartikan mendidik karena ta’zir dimaksudkan untuk
mendidik dan memperbaiki pelaku agar ia menyadari perbuatan jarimahnya kemudian
meninggalkan dan menghentikannya[16].
Menurut istilah, sebagaimana yang diungkapkan oleh al mawardi bahwa yang
dimaksud dengan ta’zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan
dosa (maksiat) yang hukumanya belum ditetapkan oleh syara’.
Jadi dengan demikian jarimah ta’zir suatu jarimah yang hukumanya
diserahkan kepada hakim atau penguasa. Hakim dalam hal ini diberi wewenang
untuk menjatuhkan hukuman bagi pelaku jarimah ta’zir. Dari definisi –
definisi yang dikemukakan di atas, jelaslah bahwa ta’zir adalah suatu istilah
untuk hukuman atas jarimah – jarimah yang hukumanya belum ditetapkan oleh
syara’.
Dari definisi tersebut, juga dapat dipahami bahwa jarimah ta’zir terdiri
atas perbuatan – perbuatan maksiat yang tidak dikenakan had dan tidak pula
kifarat, dengan demikian, inti dari jarimah ta’zir adalah perbuatan
maksiat. Adapun yang dimaksud dengan maksiat adalah meninggalkan
perbuatan yang diwajibkan dan melakukan perbuatan yang diharamkan
(dilarang). Para fuqaha’ memberi contoh meninggalkan kewajiban
seperti menolak menbayar zakat, meninggalkan salat fardhu, enggan
membayar utang padahal mampu, menghiyanati amanah. Sebagai contoh melalukan
perbuatan yang dilarang, seperti mencium perempuan lain bukan istri, sumpah
palsu, penipuan dalam jual beli, melindungi dan menyembunyikan pelaku
kejahatan, dan sebagainya. Contoh diatas termasuk dalam kategori jarimah
ta’zir.
Disamping itu juga hukuman ta’zir dapat dijatuhkan apabila hal itu
dikehendaki oleh kemaslahatan umum. Meskipun perbuatanya itu bukan maksiat,
melainkan mubah. Perbuatan - perbuatan yang termasuk kelompok ini tidak
bisa ditentukan, karena perbuatanya tersebut tidak diharamkan karena zatnya,
melainkan karena sifatnya. Apabila sifat tersebut ada maka perbuatanya
diharamkan, dan apabila sifat tersebut tidak ada maka perbuatanya mubah. Sitat
yang menjadi alasan (illat) dikarenakannya hukuman atas perbuatannya tersebut
adalah membahayakan atau merugikan kepentingan umum. Apabila dalam suatu
perbuatan merugikan kepentingan umum maka perbuatan tersebut dianggap jarimah
dan pelaku dikenai hukuman[17].
Penjatuhan hukuman ta’zir untuk kepentingan umum ini dasarnya kepada
tindakan Rosulullah saw, yang menahan seorang laki – laki yang diduga mencuri
unta. Setelah diketahui ternyata ia tidak mencurinya, lalu Rosulullah
melepaskannya. Analisis terhadap tindakan Rosulullah tersebut adalah bahwa
penahanan adalah hukuman ta’zir, sedangkan hukuman hanya dapat dikenakan
terhadap suatu jarimah /yang telah dapat dibuktikan.
Dari uraian diatas, dapat diambil intisari bahwa jarimah ta’zir terdiri
atas tiga bagian, yaitu :
a) Ta’zir melakukan perbuatan maksiat
b) Ta’zir karena melakukan perbuatan yang membahayakan
kepentingan umum;
c) Ta’zir karena melakukan pelanggaran
Perbedaan
jarimah hudud dan ta’zir
1. Hukuman hudud diberlakukan secara sama
untuk semua orang (pelaku), sedangkan hukumanya ta’zir pelaksanaannya dapat
berbeda antara satu pelaku dengan pelaku lainnya, tergantung kepada keadaan
kondisi masing – masing pelaku. Apabila seorang terhormat dan baik – baik,
suatu ketika tergelincir melakukan tindak pidana ta’zir maka kondisinya itu
dapat dijadikan pertimbangan untuk membebaskannya atau menjatuhkan hukuman
lebih berat. Hal ini didasarkan kepada hadits Nabi Muhammad SAW, Yang artinya :
dari Aisyah ra. bahwa Nabi saw bersabda : “Ringankanlah hukuman untuk orang
yang baik – baik atas kesalahan mereka kecuali jarimah hudud”.
2. Dalam jarimah hudud tidak berlaku
pembelaan dan pengampungan apabila perkaranya sudah dibawa ke pengadilan.
Sedangkan jarimah ta’zir kemungkinan untuk memberikan pengampunan terbuka
lebar, baik oleh individu maupun pemerintah[18].
3. Orang yang mati karena dikenakan
hukuman ta’zir, berhak memperoleh ganti rugi. Sedangkan menurut jarimah hudud
hal ini tidak berlaku.
KESIMPULAN
Secara umum, pengertian jinayat sama dengan hukum pidana pada hukum positif,
yaitu hukum yang mengatur perbuatan yang berkaitan dengan jiwa atau anggota
badan, seperti membunuh, melukai dan lain sebagainya. Jarimah (kejahatan) dalam
hukum pidana Islam (jinayat) meliputi, jarimah hudud, qishas diyat, dan ta’zir.
Ta’zir adalah hukuman yang tidak ditentukan oleh al qur’an dan hadits
yangberkaitan dengan kejahatan yang melanggar hak Allah dan hak hamba yang
berfungsi untuk memberi pelajaran kepada si terhukum dan mencegahnya untuk
tidak mengulangi kejahatan yang serupa, penentuan jenis pidana ta’zir ini
diserahkan sepenuhnya kepada penguasa sesuai dengan kemaslahatan menusia itu
sendir
DAFTAR
PUSTAKA
Munajat,Makhrus.Hukum
Pidana Di indonesia.Yogyakarta:Teras, 2009.
Haliman, Hukum
Pidana islam Menurut Adjaran ahli sunah wal jama’ah.Jakarta:Bulan
bintang, 1968.
Awdah,Abd
qodir.At-Tasyri’ al-jinai al-islami.Beirut:Dar al fikr,1963.
Jazuli,Fiqh
jinayah Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam.Jakarta:Bintang Bulan,
1996.
[4] H.A.
Djazuli,fiqh jinayah:Upaya menanggulangi kejahatan dalam
Islam(Jakarta:rajawali Press,1996),66.
[12] H.A.
Jazuli,fiqh jinayah:Upaya menanggulangi kejahatan dalam
Islam,(Jakarta:rajawali Press,1996),90.
[18] Ibid, 185






0 komentar:
Posting Komentar