Perspektif Fungsionalisme Struktural Tentang Pendidikan
Makalah ini Disusun Guna Memenuhi Tugas
Pada Mata Kuliah “Sosiologi Pendidikan”
Dosen Pengampu :
Ahmad Taufiq, M.Si

Disusun oleh:
1.
Aisyah (9321 104 11)
2.
Atho’
Azwar Anas (9321 087 11)
3.
Husen
Firmansyah (9321 059 11)
4.
Nur
Farida Ahmad (9321 102 11)
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
2013
A.
Perspektif struktural fungsional dan pendidikan
Para penganut
struktural fungsional percaya bahwa masyarakat cenderung bergerak menuju
ekuilibrium dan mengarah kepada terciptanya tertib sosial. Masyarakat dikatakan
sehat jika tercipta tertib sosial. Seperti pendidikan adalah mensosiolisasikan
generasi muda menjadi anggota masyarakat.
Sosialisasi merupakan
proses yang dapat dijadikan tempat pembelajaran bagi generasi muda untuk
mendapatkan pengetahuan, perubahan perilaku dan penguasaan tata nilai yang
mereka perlukan agar bisa tampil sebagai bagian dari warga negara yang
produktif.
Pendidikan menurut penganut
fungsionalis bertugas menjaga tertib sosial. Fungsi pendidikan mencerdaskan
warga masyarakat karena pendidikan adalah kunci terpenting dalam menentukan
keberhasilan seseorang dalam membangun kehidupan. Fungsionalis mengandaikan
pendidikan bertugas untuk memelihara konsensus dan solidaritas sosial.
Pendidikan lalu dijadikan sebagai tempat mengembangkan tradisi pengetahuan
positif sehingga setiap siswa dapat melihat segala sesuatu bisa diukur, tertib
dan diprediksikan siswa bisa berfikir positif sehingga segala sesuatu dapat
dijelaskan dengan penjelasan sebab akibat.
Evolusi menuju tertib sosial baru,
ditempuh melalui hukum tiga tahap, yaitu tahap teologis atau fictitious, tahap
metafisik atau abstrak dan tahap ilmiah atau positif, yakni sebuah sebab atau
awal dan akhir dari suatu fenomena dan semesta ini.
Positivisme
memberikan kunci pencapaian tujuan manusia dan ia merupakan satu-satunya formasi
sosial yang betul-betul bisa dipercaya kehandalan dan akurasinya yang
seharusnya dipegang oleh semua manusia. Pemikiran yang dipengaruhi positivisme
comte adalah herbert spencer (1820-1903) yang memandang bahwa perubahan sosial
berlaku secara paralel sebagaimana perubahan species perspektif ini
kemudian dikembangkan oleh Carles Darwin, yang lalu melahirkan teori darwinisme
sosial, tentunya Emile durkheim (1858-1917) percaya bahwa masyarakat bisa
dikaji atas dasar investigasi rasionalisme positivistik, dari sini gagasan
Durkheim yaitu mengenai realitas obyektif yang disebut sebagai “fakta sosial”
realitas yang berada diluar individu, yang menjadi sebab dari sebuah tindakan
atau perubahan.
B.
Konteks sosial
Teori
struktural muncul dilatar belakangi oleh perkembangan masyarakat yang
dipengaruhi semangat renaissance. Pada saat itu muncul kesadaran baru tentang
peran manusia yang semula dianggap tidak memiliki otoritas apapun untuk
membangun kehidupan di dunia.
Pencerahan pada abad ke-17 manusia adalah “bebas” mencari dan menemukan
kebenaran. Renaissance melahirkan berbagai ilmu pengetahuan dan
teknologi, perubahan itu memunculkan kegairahan masyarakat untuk menguasai ilmu
pengetahuan positivistic seperti fisika, kimia, biologi dan ilmu alam
lainnya.
Perubahan sosial
tersebut kemudian mendorong munculnya mode okupasi baru yang lebih berorientasi
kepada sector industry. Dalam struktur sosial yang berbasis okupasi industri,
dinamika sosial lebih didominasi para pemilik modal pendidikan pun kemudian
diorientasikan agar bisa memenuhi tuntutan masyarakat yang mulai banyak
bergerak disektor industry :
Renaissance memunculkan berbagai perubahan dan formasi sosial baru
yang mengimplikasikan beberapa hal
berikut :
1. Perubahan formasi sosial saat itu diwarnai dengan revolusi politik.
2. Perubahan-perubahan itu juga terjadi ada tataran nilai yang lalu
mempengaruhi cara masyarakat memahami berbagai realitas kehidupan, baik budaya,
sosial, ideologi, agama maupun politik.
Dengan demikian teori structural fungsional mewarnai munculnya revolusi
pengetahuan terutama filsafat positifisme yang melahirkan ilmu alam seperti
fisika, biologi dan kimia. Oleh karena itu dalam pengembangan argumentasinya,
teori ini lebih mengambil inspirasi dari teori organis-sistemik yang berasal
dari beberapa aliran pemikiran.
1. Naturalisme dari asumsi bahwa setiap hal di dunia ini pasti ada sebabnya.aliran
ini mempengaruhi metodologi dalam mencari sebab munculnya masalah sosial.
2. Rasionalisme yang berasumsi manusia mempunyai akal untuk
menjelaskan.
3. Positivisme / empirisme yang berasumsi sesuatu dapat di observasi dan diukur
secara empiris.
4. Evolusi sosial yang berasumsi adanya proses dorongan perubahan yang
bersifat evolusioner dengan suatu pola tertentu.
5. Social reform adanya suatu perubahan yang menuju kearah yang lebih
baik melahirkan ide tentang kemajuan dan bersifat linier.
6. Konformisme asumsi bahwa setiap individu dalam masyarakat akan
menyesuaikan diri dengan kehendak sosial.
Teori structural fungsional lebih menghasilkan satu prespektif yang
menekankan harmoni, keseimbangan dan regulasi.
Oleh karena itu pula teori ini lebih dikenal sebagai teori consensus atau teori regulasi, menempatkan dunia pendidikan sebagai salah satu
organ atau institusi sosial.
Pendidikan harus dapat membangun mekanisme internal yang dapat digunakan
untuk mengintegrasikan diri dengan perubahan yang terjadi dilingkungannya.
Pendidikan juga harus memahami nilai-nilai kolektif yang ada di sekitarnya.
Lebih dari itu pendidian harus lebih mampu mengambil bagian dalam menjalankan peran sosialisasi nilai-nilai kolektif yang ada di masyarakatnya.
Rekayasa elite pendidikan dijadikan media sosialisasi agar rekayasa
sosial berjalan sesuai nilai-nilai kolektif. Pada tingkat mikro proses
pembelajaran menggunakan pendekatan behavioristik. Guru di kelas
adalah master yang merumuskan jenis dan definisi tentang pengetahuan, guru tidak
bisa mentransformasikan pengetahuan yang kritis, dalam arti pengetahuan yang
menjadikan siswa bagian dari ancaman tertib sosial. Pengetahuan dan pengalaman
termasuk perilaku yang yang di berikan kepada siswa haruslah pengetahuan
pengalaman dan perilaku yang tidak antagonistis sehingga bisa di jadikan bekal
untuk mengadaptasikan diri dalam sistem sosial yang harmonis.
C. Pertanyaan yang diajukan
Kajian sosiologi pendidikan dari prespektif fungsional difokuskan kepada
pandidikan sebagai realitas sosial, pendidikan dan structural sosial,
pendidikan sebagai pranata sosial, hubungan pendidikan sebagai pranata sosial
dengan pranata sosial yang lain. Fakta sosial adalah sesuatu yang sama sekali
berbeda dengan ide, yang sama sekali berada diluar perasaan, suasana
psikologis, serta fikiran individu.
Dengan demikian, fakta sosial lebih bersifat obyektif dan eksternal,
dalam arti berada diluar individu. fakta sosial juga merupakan kekuatan yang
menyebar di tengah masyarakat, sehingga ia merupakan milik bersama, tumbuh
berkembang dan dijadikan pegangan perilaku yang
masing-masing anggota masyarakat memiliki kewajiban memenuhi tuntutan yang
diajukan.
Fakta sosial oleh Emile Durkheim di bedakan menjadi 2 macam yaitu :
fakta sosial yang bersifat material (sesuatu yang dapat diobservasi dan
ditangkap) yang merupakan bagian dari dunia nyata, bisa juga berbentuk komponen
perubahan morfologis masyarakat. Dan juga bersifat non-material yakni sesuatu yang di anggap nyata. Sistem pendidikan menurut Durkheim harus berusaha
turut serta dalam mempertahankan tertib dan kohesi sosial diantara
element-element utama masyarakat itu sendiri. Masing-masing elemen dalam
institusi pendidikan menjalankan peran dan masing-masing memberi sumbangan dari
terciptanya harmoni dalam sistem pendidikan.
D. Unit analisis struktural fungsional
Perspektif ini juga memfokuskan kajiannya kepada pendidikan dan
kaitannya dengan struktur sosial, sistem sosial, serta kebutuhan-kebutuhan
masyarakat lainnya yang memungkinkan untuk mendorong kearah kemajuan. Dengan demikian
pendidikan harus ditempatkan sebagai institusi pendorong kemajuan.
Tujuan analisisnya adalah mencari hukum-hukum universal. Teori-teori
structural fungsional lebih memilih kelompok dan sistem sosial sebagai unit
analisis. Dengan demikian temuan yang diperoleh tidak dimaksudkan untuk tujuan
memahami kesadaran iduividu, melainkan untuk kepentingan semua orang dalam
institusi sistem dan disemua batas waktu dan di semua batas ruang dimana
pendidikan diselengarakan.
E. Metodologi yang dipakai
Teori fungsional adalah penganut faham positivisme, sehingga dalam
melakukan kajian haruslah mengikuti aturan ilmu pengetahuan alam. Analisis
teori fungsional bertujuan menemukan hukum-hukum universal, kajian teori
fungsional menekankan upaya menemukan hubungan kausal dan korelasi antar
fenomena, maka metode penelitian ini lebih mengarah kepada pemakaian teknik
kuantitatif.
Dalam penelitian survey maupun eksperimen peneliti yang beroperasi dalam
ranah pengetahuan nomotetik ini akan sangat terbantu dengan dukungan simulasi
computer, teknik-teknik reduksi data, pembuatan skala dan analisis statistic dapat bermanfaat juga dalam menghendaki pengukuran yang tepat artinya
dapat mengarahkan pada temuan yang memiliki validitas eksternal maupun
internal, dan rebilitas tinggi. Teknik analisis yang mereka tempuh dilakukan
dengan terlebih dahulu menentukan hipotesis, yang jika hal itu dapat dilakukan
dengan baik, maka penelitian structural fungsionalis akan dapat melakukan
ferivikasi data ke dan dari lapangan.
Dalam menggali data dalam hal ini cenderung menggunakan metode kuesioner dan
interview dengan daftar pertanyaan terstruktur. Salah satu tokoh perspektif fungsionalisme, yaitu:
1.
Talcott parsons
Dalam catatan sejarah,Parsons
dikenal tokoh fungsionalisme struktural yang terbesar hingga saat ini.Lahir
tahun 1902,di Colorado Springs,Amerika Serikat.
Persons dikenal sebagai penggagas
struktur fungsional yang memfokuskan kepada masalah-masalah sistem tindakan
maupun sistem sosial.
-Tata tertib dan kohesi sosial
disebabkan oleh tiga hal penting :
a. adanya
nilai-nilai budaya yang dibagi bersama
b. nilai-nilai
yang dilembagakan menjadi norma-norma sosial
c. nilai-nilai
yang dibatinkan oleh individu-individu menjadi motivasi-motivasi.
Asumsi
tentang Individu yaitu sosok yang memiliki kemauan subyektif yang bersifat voluntaristik.
Sehingga sosiologi harus bersedia menyingkap setiap kemauan, keinginan, keputusan
dan tujuan individu.
a.Variabel Pola
Pengelompokan Sistem Sosial, Terdiri dari 5 variabel :
1.Perasaan
(affectivity) atau netral perasaan (affective neutral).
2.Arah
diri (self orientation) atau arah kolektif (collectivity orentation)
3.Pratikularisme
atau universalisme
4.Status
bawaan (ascription) atau status prestasi diri (achievement)
5.Campur
baur (diffuse) atau spesifikasi (spesifikasi)
-Menurut
Parsons kebutuhan itu dibagi menjadi 2 bagian :
·
Pertama,yang berhubungan dengan kebutuhan sistem internal atau
kebutuhan sistem ketika berhubungan dengan lingkungannya.
·
Kedua,yang berhubungan dengan pencapaian sasaran atau tujuan serta
sarana yang perlu untuk mencapai tujuan itu.
b.Talcott Parsons tentang Kelas Belajar
Pada
umumnya karya-karya Persons lebih memfokuskan kepada masalah sistem sosial yang
luas seperti sistem masyarakat.Namun dalam essaynya tentang “Kelas di Sekolah
sebagai Sistem Sosial” dia melakukan analisis tentang kelas di sekolah ditinjau
dari pendekatan konsensius.
1.
Neofungsionalisme
Dengan tokohnya
Jeffrey C. Alexander dan Paul Colomy,teori Neofungsionalisme lahir sebagai
reaksi atas kemandekan teori-teori struktural fungsional sejak tahun 1960-an
hingga 1980-an.
a.
Konteks Sosial yang Melatarbelakangi
Munculnya Neofungsionalisme ini
merupakan upaya intelektual untuk menanggulangi kelemahan fungsionalme
struktural.Neofungsionalisme tidak berbeda dengan fungsionalisme struktural
dalam melihat masyarakat.
Tema-tema yang diangkat sebagai
upaya keluar dari gagasan struktural fungsional, terutama dari Parsons yang
secara umum dinilai ekstrim dan berusaha mengintegrasikan begitu luas jangkauan
teoritik yang ada.
b.
Tugas Pengetauhan Sosial
Pengetauhan sosial menurut Jeffrey
dapat dilihat dalam beberapa argumen berikut:
1.
Oleh karena obyek pengetahuan berada pada ranah fisik di luar
pikiran manusia, maka ia menjadi acuan empirikal yang dapat lebih memudahkan
upaya verifikasi melalui komunikasi interpersional.
2.
Penolakan terhadap argumen yang sederhana mengenai acuan empirikal
juga muncul dari perbedaan karakteristik evaluasi pengetauhan sosial.
3.
Sangat sulit membangun konsensus karena alasan-alasan kognitif
maupun evaluatif,bahkan menyagkut acuan empirikal dalam pengetauhan sosial
4.
Karena referensi empirikal maupun hukum-hukum yang ditemukan tidak
mendorong munculnya kesepakatan ,maka input non-empirikal bagi persepsi
empirikal menjadi obyek perdebatan.
c. Orientasi Neofungsionalisme
Elaborasi
dan revisi Neofungsionalisme :
·
Pertama, membuat model deskripsi masyarakat yang terdiri atas
bagian-bagian yang berinteraksi satu sama lain secara simbiotik melalui
pola-pola tertentu.
·
Kedua, tidak seperti fungssionalisme yang lebih berorientasi ke
level makro dengan memperhatikan struktur sosial dan budaya.
·
Ketiga, integrasi seperti menjadi perhatian fungsionalisme masih
dinilai relevan,tetapi bukan sebagai fenomena yang mengandung kemungkinan.
·
Keempat, sistem kepribadian,budaya dan sistem sosial yang menjadi
perhatian Persons juga masih layak dipertimbangkan.
·
Kelima, perhatian juga harus diarahkan kepada perubahan sosial yang
berlangsung melalui diferensiasi dalam sistem kepribadian, budaya dan sistem
sosial.
Ada
tiga kelemahan teory fungsional, terutama dalam konsep diferensiasi menurut
Colomy :
1. sangat
abstrak dan kurang didukung oleh kenyataan empirik maupun sejarah yang
spesifik.
2. kurang
menaruh perhatian kepada kelompok-kelompok khusus dan proses sosial atau kekuasaan dan konflik.
3. menghabiskan
energinya untuk memperhatikan integrasi sebagai hasil dari perubahan
struktural.
F. Desain
pembelajaran dalam perspektif fungsionalis
1.
Kurikulum
Kurikulum di sekolah harus menyesuaikan dengan missi pendidikan
yaitu untuk menghantarkan keberhasilan siswa dalam menjalankan proses tranmisi
dan sosialisasi nilai-nilai masyarakatnya.
Namun yang penting adalah tema yang bisa dimasukkan ke dalam
kurikulum adalah jika memang tema itu mencerminkan nilai-nilai budaya
masyarakatnya.
2.
Peranan guru
Tugas
guru yaitu :
a.
Mendorong kesetiaan dan tanggung jawab siswa ketika hidup dalam
lingkungan kelompoknya.
b.
Memperkuat kesadaran siswa dalam membangun kesetiaan terhadap
cita-cita dan nilai-niali kelompok.
c.
Mengembangkan dan mematangkan skill siswa dengan keahlian yang
diperlukan masyarakat.
3.
Tugas murid
Ciri penganut
fungsionalis memandang siswa seperti kotak kosong, kertas putih. Mereka
menunggu diisi oleh guru atau para agen masyarakat.
G.
SIMPULAN
Teori Struktural fungsional adalah teori yang membahas
tentang stratifikasi dan peranan (fungsi) yang ada didalam masyarakat. Teori
ini menjelaskan bagaimana struktur yang ada itu berinteraksi dan berfungsi
sesuai dengan peranan masing-masing lembaga tersebut dengan mengedepankan
integrasi, Sehigga jika terjadi konflik sosial maka akan dengan mudah
diselesaikan.
Pendidikan dalam teori ini bisa dilihat pada penjelasan
singkat ini, bahwa setiap sturkturisasi jika berfungsi sesuai dengan
stratifikasi yang diperankan maka akan membentuk lembaga-lembaga yang
paradigmatis untuk mendidik masyarakat
istiqama dan menjadi panutan. Artinya, fungionalis yang ada pada
lembaga-lembaga tersebut menjalankan fungsi serta peranannya yang sesuai oleh
aturan-aturan yang ada dalam masyarakat. Fungsionalis yang ada di birokrasi
menjalankan fungsinya sebagai pelayan masyarakat, fungsionalis yang ada dalam
lembaga adat, kultur dan budaya bahkan agama juga menjalankan perannya sesuai
dengan amanah leluhur, pemuka agama dan lain-lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Maliki,
Zainudin. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
2008.






0 komentar:
Posting Komentar